JAKARTA-Pengamat sosial politik Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, menilai pernyataan juru bicara Istana Kepresidenan Fadjroel Rachman bahwa lockdown tidak perlu adalah keliru.
Ubedilah mengatakan lockdown justru merupakan kebijakan yang terukur saat ini. "Kebijakan yang menunjukan kehati-hatian pemerintah dalam menyelamatkan 260 juta lebih rakyat Indonesia. Ini tidak terkait untuk hasilkan efek kejut," kata Ubedilah dalam siaran tertulisnya, Kamis, 19 Maret 2020.
Fadjroel sebelumnya menyatakan Jokowi belum mau mengambil kebijakan lockdown karena menilai publik tak membutuhkan kebijakan yang menimbulkan efek kejut, tapi kebijakan rasional dan terukur.
Ubedilah mengatakan, lockdown berbeda dengan pengurangan jumlah sarana transportasi. Sebab, pengurangan jumlah sarana transportasi itu karena sesuai perintah Presiden Joko Widodo atau Jokowi agar rakyat bekerja dan ibadah di rumah.
Saat ini, kata Ubedilah, Indonesia dalam darurat nasional Covid-19. Penyebaranya virus ini sulit diprediksi karena dari 267 juta penduduk, yang baru terjaring di tes deteksi Covid-19 sekitar 1.500-an orang. Sementara jumlah yang terkena Covid-19 dalam satu pekan naik 100 persen.
Menurut Ubedilah, dalam situasi itu pemerintah terlalu lamban untuk mengambil keputusan. Padahal bahayanya jauh lebih besar dari ribuan demonstran. Ia mengatakan, pemerintah lebih cepat menghalau demonstran yang menolak pelemahan KPK, ketimbang melawan Covid-19 yang jelas-jelas membahayakan nyawa manusia. "Rezim terkesan lamban. Termasuk lamban atasi situasi ekonomi saat ini," ujarnya.
Ubedilah menilai, pemerintah saat ini tinggal memilih di antara mengatasi problem ekonomi (anjloknya nilai rupiah dan indeks harga saham yang menurun) dan menyelamatkan nyawa jutaan rakyat. Bisa juga memilih untuk menghentikan perdagangan saham, pembangunan infrastruktur struktur atau lockdown.
Ia menuturkan, butuh kebijakan yang berani untuk mengambil risiko dari dua pilihan. "Dalam situasi darurat harus berani mengambil keputusan yang berisiko, dan karenanya membutuhkan kepemimpinan yang berani ambil risiko, tidak lelet. Keburu banyak korban jiwa rakyat Indonesia nanti," kata Ubedilah.[mr/tmp]
Ubedilah mengatakan lockdown justru merupakan kebijakan yang terukur saat ini. "Kebijakan yang menunjukan kehati-hatian pemerintah dalam menyelamatkan 260 juta lebih rakyat Indonesia. Ini tidak terkait untuk hasilkan efek kejut," kata Ubedilah dalam siaran tertulisnya, Kamis, 19 Maret 2020.
Fadjroel sebelumnya menyatakan Jokowi belum mau mengambil kebijakan lockdown karena menilai publik tak membutuhkan kebijakan yang menimbulkan efek kejut, tapi kebijakan rasional dan terukur.
Ubedilah mengatakan, lockdown berbeda dengan pengurangan jumlah sarana transportasi. Sebab, pengurangan jumlah sarana transportasi itu karena sesuai perintah Presiden Joko Widodo atau Jokowi agar rakyat bekerja dan ibadah di rumah.
Saat ini, kata Ubedilah, Indonesia dalam darurat nasional Covid-19. Penyebaranya virus ini sulit diprediksi karena dari 267 juta penduduk, yang baru terjaring di tes deteksi Covid-19 sekitar 1.500-an orang. Sementara jumlah yang terkena Covid-19 dalam satu pekan naik 100 persen.
Menurut Ubedilah, dalam situasi itu pemerintah terlalu lamban untuk mengambil keputusan. Padahal bahayanya jauh lebih besar dari ribuan demonstran. Ia mengatakan, pemerintah lebih cepat menghalau demonstran yang menolak pelemahan KPK, ketimbang melawan Covid-19 yang jelas-jelas membahayakan nyawa manusia. "Rezim terkesan lamban. Termasuk lamban atasi situasi ekonomi saat ini," ujarnya.
Ubedilah menilai, pemerintah saat ini tinggal memilih di antara mengatasi problem ekonomi (anjloknya nilai rupiah dan indeks harga saham yang menurun) dan menyelamatkan nyawa jutaan rakyat. Bisa juga memilih untuk menghentikan perdagangan saham, pembangunan infrastruktur struktur atau lockdown.
Ia menuturkan, butuh kebijakan yang berani untuk mengambil risiko dari dua pilihan. "Dalam situasi darurat harus berani mengambil keputusan yang berisiko, dan karenanya membutuhkan kepemimpinan yang berani ambil risiko, tidak lelet. Keburu banyak korban jiwa rakyat Indonesia nanti," kata Ubedilah.[mr/tmp]
COMMENTS