JAKARTA- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menegaskan harapannya agar Presidential Threshold (PT) 0 persen semata-mata tujuannya penanganan potensi dan pemberantasan korupsi, bukan memasuki ranah kamar politik.
Penekanan itu disampaikan Firli Bahuri setelah sebelumnya menjelaskan latar belakang Threshold menjadi perhatian KPK.
"Pendapat saya terkait PT 0 persen adalah semata-mata untuk tujuan penanganan potensi dan pemberantasan korupsi yang maksimal karena itulah konsentrasi KPK. Pendapat saya, bukan berarti saya memasuki ranah politik. Sekali lagi saya tegaskan bahwa saya tidak memasuki ranah kamar politik atau kamar kekuasaan yudikatif," ujar Firli menegaskan kepada wartawan, Selasa (14/12).
Firli hanya menginginkan Indonesia bebas dan bersih dari praktik-praktik korupsi. Untuk membebaskan Indonesia dari lilitan korupsi, maka perlu peran segenap anak bangsa.
"Dan perlu orkestrasi nasional membangun Budaya Antikorupsi dalam upaya-upaya pemberantasan korupsi," pungkas Firli.
Sebelumnya Firli juga menjelaskan bahwa, Threshold 0 persen yang menjadi perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan tanpa alasan, tetapi memiliki latar belakang dari pengalamannya selama berkarir di KPK saat melakukan penindakan terhadap koruptor.
Dengan Preshold 20 persen yang saat ini diterapkan membuat biaya politik menjadi mahal yang mengakibatkan kepala daerah maupun anggota legislatif melakukan korupsi usai terpilih, untuk mengembalikan modal yang dikeluarkan saat pencalonan. Preshold juga diterapkan saat Pemilihan Presiden atau Pilpres dimana seorang calon Presiden maupun Wakil Presiden harus diusung oleh partai politik maupun gabungan partai politik dengan 20 persen kursi DPR.
"Modal besar untuk pilkada sangat berpotensi membuat seseorang melakukan tindak pidana korupsi, karena setelah menang akan ada misi 'balik modal'," kata Firli.
Data KPK menemukan banyak bentuk balas budi pada donatur pilkada. Salah satunya, 95,4 persen balas budi pada donatur akan berbentuk meminta kemudahan perizinan terhadap bisnis yang telah dan akan dilakukan atau 90,7 persen meminta kemudahan untuk ikut serta dalam tender proyek pemerintahan (pengadaan barang dan jasa).
"Kenapa? Prinsip balik modal dan balas budi pada donatur membuat kepala daerah dan anggota legislatif akan menciptakan birokrasi yang korup, karena dari mana lagi mereka mencari pengganti itu kalau bukan dari kas negara," demikian Firli.(mr/rm)
COMMENTS