JAKARTA-Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto berpendapat bahwa polisi humanis saat ini hanyalah jargon belaka.
Hal itu disampaikan Bambang terkait dugaan penyiksaan oknum polisi terhadap Lutfi Alfiandi, pemuda yang fotonya viral karena membawa bendera di tengah aksi demo pelajar STM, September 2019.
"Pengakuan Lutfi di depan pengadilan tersebut membuktikan polisi humanis masih sebatas jargon," ungkap Bambang ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (22/1/2020).
Menurut Bambang, penerapan kekerasan oleh polisi dalam mengejar pengakuan tersangka sangat tidak manusiawi.
Apalagi, Polri telah memiliki aturan internal yaitu Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dengan adanya aturan tersebut, anggota kepolisian seharusnya melakukan tugasnya termasuk penyidikan tanpa kekerasan.
Kendati demikian, Bambang menuturkan bahwa penggunaan kekerasan oleh polisi pada tersangka bukan hal yang asing.
"Aksi kekerasan polisi pada tersangka itu bukan hal yang asing. Penggunaan cara-cara kekerasan jelas untuk mengejar pengakuan tersangka tentu jauh dari kata manusiawi," kata dia.
Salah satu contohnya adalah kasus salah tangkap empat pengamen yang dianggap membunuh Dicky Maulana pada tahun 2013.
Kemudian, kasus Imam Hambali alias Kemat dan David Eko Priyanto, yang merupakan korban salah tangkap dalam kasus pembunuhan M Asrori versi Kebun Tebu alias Mr XX tahun 2008 silam.
Lebih lanjut, Bambang pun mendesak agar dugaan tersebut diusut tuntas. Kemudian, pelaku diminta diberi sanksi apabila terbukti bersalah.
Sebelumnya, Lutfi Alfiandi mengaku dianiya oknum penyidik saat ia dimintai keterangan di Polres Jakarta Barat.
Lutfi Alfiandi membeberkan bahwa dirinya terus menerus diminta mengaku telah melempar batu ke arah polisi.
"Saya disuruh duduk, terus disetrum, ada setengah jam, lah. Saya disuruh mengaku kalau lempar batu ke petugas, padahal saya tidak melempar," ujar Lutfi di hadapan Hakim Pengedilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (20/1/2020).
Lutfi saat itu merasa tertekan dengan perlakukan penyidik terhadapnya. Sebab, ia disuruh mengaku apa yang tidak diperbuatnya. Desakan itu membuat dia akhirnya menyatakan apa yang tidak dilakukannya.
"Karena saya saat itu tertekan makanya saya bilang akhirnya saya lempar batu. Saat itu kuping saya dijepit, disetrum, disuruh jongkok juga," kata Lutfi.
Namun, dugaan penyiksaan itu terhenti saat polisi mengetahui foto Lutfi viral di media sosial.
"Waktu itu polisi tanya, apakah benar saya yang fotonya viral. Terus pas saya jawab benar, lalu mereka berhenti menyiksa saya," ujar dia.
Saat dikonfirmasi, Kepala Satuan Reskrim (Kasatreskrim) Polres Jakarta Barat, Kompol Teuku Arsya telah membantah pengakuan Lutfi Alfiandi soal pemukulan dan penyetruman.
Arsya pun menegaskan cara setrum dan pemukulan saat pemeriksaan berlangsung tidak berlaku di Kepolisian.
"Enggak ada lagi polisi zaman sekarang begitu, enggak benar, lah," kata Arsya.(mr/kcm)
COMMENTS