BEIJING-Di saat China telah mengakhiri aturan lockdown, banyak pasangan di sana dilaporkan mengajukan cerai. Apakah karena pertemuan intens menjadi penyebabnya?
Menurut harian China The Global Times pada pekan lalu, kota Xi'an menerima banyak laporan pengajuan perceraian. Terkurung di rumah bersama dengan keluarga dalam jangka panjang disebut-sebut menjadi penyebab meningkatnya ketegangan dan konflik suami-istri.
Bahkan, lockdown juga disebut telah menjadikan hidup sejumlah orang dalam bahaya serius akibat adanya kekerasan keluarga. Kekerasan keluarga adalah kekerasan, mengancam, memaksa, atau mengendalikan perilaku yang terjadi dalam hubungan keluarga saat ini atau sebelumnya, baik dalam hubungan rumah tangga atau hubungan intim.
Kekerasan dalam keluarga mencakup pelecehan fisik, pelecehan seksual, pelecehan emosional dan psikologis, kontrol ekonomi, isolasi sosial, dan perilaku lainnya yang dapat menyebabkan seseorang hidup dalam ketakutan. Sejak lockdown, untuk pertama kalinya, korban kekerasan keluarga menjadi terjebak di rumah dengan pelaku kekerasan selama berminggu-minggu.
Biasanya, mereka bisa sedikit bernapas lega karena interaksi dengan pelaku kekerasan rumah tangga terputus ketika pergi bekerja atau sekolah. Efek sekunder potensial dari krisis virus corona ini belum mendapatkan perhatian yang semestinya. Meskipun ada juga bukti di masa lalu bahwa kekerasan keluarga bisa meningkat karena sebab lain, yakni keadaan darurat seperti bencana alam dan wabah penyakit.
Para advokat di China, Amerika Serikat, dan Italia, semuanya melaporkan lonjakan korban yang menghubungi hotline dan organisasi yang membantu mengatasi kekerasan keluarga. Di Singapura, Saluran Bantuan Perempuan AWARE juga mengalami peningkatan 33 persen pada Februari 2020 dibanding tahun lalu dalam periode yang sama.(mr/rol)
COMMENTS