JAKARTA-Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU) didesain agar pemilihan umum serentak yang nantinya menghasilkan eksekutif dan legislatif berjalan beriringan.
Namun demikian, dengan adanya usulan kenaikan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) lebih dari 4 persen yang sebelumnya sudah diterapkan di Pemilu 2019, dikhawatirkan tak lagi menyelaraskan hasil pemilu legislatif dan eksekutif.
Deputi Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyani menjelaskan, adanya usulan PT lebih tinggi dari Pemilu 2019 nantinya tak lagi memunculkan efek ekor jas (coat-tail effect) di mana keterpilihan parpol tak lagi selaras dengan pemilihan presiden.
“Secara psikologis yang akan didahulukan menyelamatkan ambang batas, dan ini yang mengakibatkan tidak akan berjalan beriringan antara dua pemilihan ini. Padahal tujuan diserentakkannya pemilu ada keselarasan,” ujar Khoirunnisa dalam diskusi virtual, Minggu (7/6).
Tak hanya menghilangkan keselarasan, ambang batas parlemen yang tinggi juga akan membuang banyak suara. Oleh karennaya, ia berharap ambang batas justru bisa disederhanakan.
“Menurut kami yang paling efektif yakni dengan menyederhanakan atau memperkecil besaran daerah pemilihannya,” katanya.
Dia menambahkan, semakin besar sebuah daerah pemilihan, maka akan membuat kemungkinan parpol mendapatkan kursi di parlemen semakin besar.
“Semakin kecilnya daerah pemilihan, maka semakin sedikit pula parpol yang mendapatkan kursi di parlemen. Nah, untuk itu tentu besaran daerah pemilihan ini bisa menjadi ambang batas tersendiri,” tutupnya.(mr/rm)
COMMENTS