KONFRONTASI- Para aktivis dan analis menegaskan, Threshold untuk Pilpres, Pileg dan Pilkada harus dibuang dan dihilangkan karena membuat Demokrasi Indonesia menjadi sangat mahal, primitive, dan elitis karena menjadi sumber korupsi, menguatnya oligarki dan lenyapnya nilai-nilai Pancasila dan UUD45.
Para pendiri bangsa seperti Soekarno-Hatta dan Founding Fathers/Mothers tidak mau ada oligarki dan korupsi, melainkan mengedepankan masyarakat yang gotong royong, adil, maju dan bersih. Tapi di era reformasi kini demokrasi kriminal penuh korupsi dan kolusi, serta makin berpihak pada oligarki dan konglomerasi. Demokrasi bahkan digantikan korporatokrasi yang anti daulat rakyat.
Demikian pandangan aktivis NU Kultural dan peneliti Lembaga Studi Strategi Umar Hamndai MA yang juga alumnus STF Driyarkara dan UIN Jakarta.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahur mengurai bahwa untuk mendapatkan pemimpin berkualitas, seharusnya tidak ada lagi pilkada, pileg dan pilpres yang membutuhkan ongkos politik yang mahal, sehingga pemimpin yang terpilih tidak tersandera kepentingan pihak lain.
Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono menyebut cita-cita mulia untuk menghapus presidential threshold menjadi 0 persen sudah mendapat dukungan rakyat banyak , Nono Sampono menambahkan, pihaknya akan berjuang terus agar pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold menjadi 0 persen.
Para aktivis dan analis juga sepakat dengan Ketua KPK Firli Bahuri tentang perlunya menghapus threshold untuk Pileg dan Pilkada. Para aktivis dan analis menilai, hal itu akan membuat Pemilu yang jurdil dan partisipatoris seperti tahun 1999 dan 1955, terlaksana dengan baik dan damai.
COMMENTS