LONDON-Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menghadapi panggilan untuk penyelidikan atas penanganan pandemi virus corona atau Covid-19 di negara tersebut.
Panggilan penyelidikan ini muncul setelah pemerintahannya dinilai gagal menjelaskan sepenuhnya soal sebagian data kematian, pengujian terbatas atau kurangnya peralatan untuk rumah sakit di tengah pandemi corona seperti yang saat ini terjadi.
Untuk diketahui, Inggris merupakan negara yang lambat menerapkan langkah kontrol ketat alias lockdown, bila dibandingkan dengan sejumlah negara di benua Eropa lainnya.
Namun pada akhirnya dia menutup negara itu ketika muncul proyeksi bahwa seperempat juta orang bisa mati di Inggris akibat virus corona.
Namun, sejak lockdown d iberlakukan, pemerintah Inggris kerap memberikan penjelasan yang bertentangan soal mengapa negara itu gagal bergabung dengan skema ventilator Uni Eropa.
Selain itu, pemerintah Inggris juga mengakui ada masalah dalam mendapatkan alat pelindung diri (APD) yang memadai bagi petugas kesehatan.
Melihat tanggapan pemerintah dalam menangangi pandemi ini, opisisi meragukan kemampuan Johnson.
"Setelah kita melalui krisis ini, tentu saja perlu ada penyelidikan independen untuk secara resmi meninjau tanggapan pemerintah terhadap pandemi," kata penjabat pemimpin oposisi Demokrat Liberal, Ed Davey dalam sebuah pernyataan.
"Penyelidikan harus memiliki kekuatan sekuat mungkin mengingat kegagalan yang mengejutkan pada peralatan pelindung untuk staf dan respons yang lambat dari pemerintah, untuk sampai pada kebenaran dan memberi Boris Johnson kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang semakin serius," jelasnya.
Senada dengan Davey, Pemimpin Partai Buruh o posisi Keir Starmer juga mengatakan bahwa pemerintah lamban merespon pandemi.
Mengutip Reuters (Rabu, 22/3), tingkat sebenarnya dari jumlah kematian akibat virus corona di Inggris adalah 40 persen lebih tinggi daripada angka harian pemerintah yang ditunjukkan pada 10 April lalu, merujuk pada sejumlah analisa.
Data kematian rumah sakit terbaru menunjukkan 17.337 orang telah meninggal dunia setelah tes positif Covid-19 di Inggris.
Namun Financial Times baru-baru ini mengatakan, analisis data terbaru dari kantor statistik menunjukkan wabah itu telah menyebabkan sebanyak 41.000 kematian di Inggris.(mr/rm)
COMMENTS