KABUL-Taliban menganggap pemerintahan yang mereka bangun dengan identitas Imarah Islam Afghanistan sudah cukup inklusif lantaran mencakup perwakilan dari berbagai kelompok etnis.
Meski begitu, Taliban masih menghadapi kritik lantaran tidak adanya perwakilan perempuan dalam pemerintahan yang mereka lantik pada September lalu.
Bahkan komunitas internasional mengkritik keras pembatasan yang dilakukan oleh Taliban terhadap perempuan untuk mendapatkan hak pendidikan.
"Berkenaan dengan inklusivitas, pemahaman kami tentang inklusivitas adalah bahwa orang-orang dari etnis yang berbeda harus berpartisipasi dalam pemerintahan," kata jurubicara Taliban Suhail Shaheen, seperti dikutip ANI News.
Shaheen lebih lanjut menekankan, orang-orang berbakat dari berbagai etnis dapat mengambil bagian dalam mengatur negara.
Tiga bulan telah berlalu sejak Taliban mendapatkan kembali kendali atas Kabul, saat Amerika Serikat (AS) dan sekutunya pergi, mengakhiri kehadiran militer mereka selama 20 tahun di Afghanistan.
Pada September, Taliban telah mengumumkan komposisi pemerintahan sementara yang semuanya laki-laki yang dipimpin oleh Mohammad Hasan Akhund, yang menjabat sebagai menteri luar negeri selama pemerintahan Taliban pertama.
Bertentangan dengan semua janji pemerintah inklusif, Taliban telah menunjuk kabinet yang semuanya laki-laki. Mereka menghapus Kementerian Urusan Perempuan.
Komunitas internasional belum mengakui Taliban. Syarat utama pengakuan tersebut mencakup inklusivitas dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, termasuk hak-hak perempuan.(mr/rm)
COMMENTS