KONFRONTASI-Penyerentakan pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan legislatif (Pileg) tahun 2024 dinilai akan menghilangkan hak para pemilih baru untuk menentukan sosok calon presiden dan wakil presiden pilihan.
"Pilpres dilakukan bersamaan dengan Pileg itu inkonstitusional," kata politisi Arief Poyuono dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/12).
Ia menjelaskan, maksud dari kehilangan hak pilih untuk pemilih baru tersebut merujuk pada mekanisme pengusungan capres dan cawapres 2024 oleh partai politik berdasarkan hasil Pileg 2019.
Artinya, pemilih baru dipaksa untuk memilih capres dan cawapres 2024 hasil saringan parpol peraih kursi di Pileg 2019. Padahal, banyak masyarakat pemilih baru yang belum memiliki hak suara pada Pileg 2019.
Sedangkan Pileg 2024 yang seharusnya menjadi titik awal pemilih baru dalam menentukan sosok pemimpin masa depan justru diserentakkan dengan Pilpres 2024.
"Ingat, masyarakat yang belum memiliki hak pilih di Pileg 2019 itu jumlahnya puluhan juta dan baru punya hak pilih di Pemilu 2024. Misalnya saja masyarakat yang saat pemilu 2019 baru berumur 12 tahun dan kurang dari 17 tahun," sambungnya.
Pencapresan dengan didasarkan hasil pemilu sebelumnya juga tidak efektif karena tak semua pemilih di pemilu sebelumnya masih akan memberikan suara pada Pemilu 2024.
"Misalnya saja, masyarakat yang memberikan suaranya pada Pileg 2019 juga sudah banyak yang meninggal dunia," tandasnya.(mr/rm)
COMMENTS