KONFRONTASI- Indonesia makin jauh dari keadilan dan kemakmuran akibat sistem presidential threshold 20 persen yang membunuh demokrasi konstitusional serta menguras sumberdaya ekonomi/uang rakyat dan para taipan serta politisi.
''Demokrasi kriminal selama ini sudah menguras uang rakyat dan para pengusaha/taipan dan politisi sehingga untuk mengembalikan modal tersebut, korupsi kebijakan dan korupsi politik merajalela, dan aspirasi rakyat pun dicampakkan elite penguasa. Indonesia makin jauh dari keadilan dan kemakmuran akibat sistem presidential threshold yang menguras sumberdaya ekonomi/uang rakyat dan taipan maupun politisi,'' kata peneliti politik Muhamad Nabil MA dari CSRC UIN Jakarta.
Dalam kaitan ini, Ketua DPD AA La Nyalla Mahmud Mattalitti berpendapat, sistem presidential threshold justru memperlemah sistem demokrasi di Indonesia. Padahal, ia mengatakan, presidential threshold awalnya untuk memperkuat sistem presidensial dan demokrasi. Namun, kata dia, yang terjadi di lapangan justru sebaliknya.
“Kalau didalilkan untuk memperkuat sistem presidensil, agar presiden terpilih punya dukungan kuat di parlemen, justru secara teori dan praktik, malah membuat mekanisme check and balances menjadi lemah,” kata LaNyalla dalam keterangannya, Sabtu (20/11/2021).
Adapun hal tersebut disampaikannya pada acara "Simposium Politik; Terbunuhnya Sistem Demokrasi Akibat Presidential Treshold dan Kepentingan Partai Politik" yang diselenggarakan UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Sabtu. La Nyalla mengatakan, partai politik besar dan gabungan partai politik menjadi pendukung presiden terpilih, sehingga, menurut dia, yang terjadi adalah bagi-bagi kekuasaan dan partai politik melalui fraksi di DPR menjadi legitimator kebijakan pemerintah. “Termasuk secepat kilat menyetujui apapun kebijakan pemerintah. Juga pengesahan perppu atau calon-calon pejabat negara yang dikehendaki pemerintah,” ucap dia.
COMMENTS